Agustus 1998
Suatu pagi di Kereta Rel Listrik
Manggarai-Depok
Naik dua orang siswa/siswi, berdiri di depan saya
Mereka rupanya teman SMA dan sekarang menjadi mahasiswa dan mahasiswi baru, menuju Stasiun UI.
Mereka berbincang.
Mereka dari satu sMA yang sama
“Kuliah di mana, Lu?”
“Gue di Poltek UI, jurusan Sipil. Elu di mana?”
“Gue di Pajak. Sebenarnya Gue diterima di Kimia. Tapi nyokap gue bilang di Kimia nggak ada duitnya. Jadi gue disuruh nyokap gue ke pajak, deh.”
“Gue di D3 Pajak. Sebetulnya gue diterima di Kimia, tapi nyokap gue bilang nggak bagus, nggak ada uangnya. Jadi gue di suruh ke D3 Pajak aja.”
“Nyokap lo bener. Di Pajak lebih basah. Gue juga nih, basah juga. Nanti kalau campuran semen sama pasirnya misalnya seharusnya 1:3, gue bikin aja jadi 1:6, selisih biayanya gue kantongin.”
Mereka bedua sepakat bahwa mereka akan kaya dengan melewati proses tidak jujur.
Harus dihapuskan budaya culas itu.
Pendiri Yayasan bingung kenapa ibu si perempuan itu mengirim anaknya sekolah untuk mencuri. Kalau sifat culas adalah sifat yang diturunkan, kapankah Indonesia bisa maju?
Saat itu Pendiri Yayasan menyadari bahwa kalau Indonesia mau maju, harus ada proses yang memutuskan proses penurunan sifat culas tersebut.
Kasihan sekali anak-anak yang memiliki orang tua yang tidak beroral.
Generasi penerus harus dididik untuk berintegritas
Kami berfokus pada pengembangunan karakter yang positif dan bermartabat.
generasi tua harus diingatkan
Para orang tua diingatkan agar memberi contoh yang sesuai dirumah dan tidak membatalkan nilai-nilai baik yang berusaha ditanamkan oleh sekolah.
TK Alam Taman Cendekia
TK. I, 2010
Cimanggis
TK Alam di atas lahan seluas 3,500m2
TK. II, 2012
Depok
TK Alam di atas lahan seluas 6,000m2
Pembangunan masa depan Indonesia dimulai dari penanaman karakter berintegritas pada generasi penerusnya.